Beranda > Pendidikan Anak > Mengajarkan Al-Qur’an Pada Anak

Mengajarkan Al-Qur’an Pada Anak

ngajiKekakuan dalam mengajarkan Alquran akan membuat jenuh anak dan menciptakan keterpaksaan yang seharusnya tak terjadi. Karena memang dunia anak adalah bermain, mengajarkan Alquran juga bisa dalam bentuk-bentuk permainan yang mereka sukai.

Lebih lanjut ia menjelaskan, pengajar bisa menggunakan strategi pengajaran, dengan mengoptimalkan delapan kecerdasan yang potensial untuk dikembangkan pada anak (multiple intelegence), yaitu linguistik, di mana potensi kecerdasan anak dikembangkan dengan memberikan bimbingan menghafal Alquran melalui mendengar, menulis. Matematis-logis, mengklasifikasikan ayat dan permainan angka. Spasial visual, visualisasi surat dengan kisah & VCD.

Sementara itu, anak yang memiliki potensi kecerdasan kinestetik, kegiatan bergerak (olah raga) yang menunjang menghafal Alquran. Irama (musikal), melatih bacaan dengan mengikuti irama Syekh Minsyawi. Interpersonal, mengulang hafalan dengan metode dawaron. Intrapersonal, bimbingan tasmi Alquran. Natural, dengan studi alam (outbound).

“Memang untuk usia sebelum 7 tahun belum begitu dirasakan, namun setelah itu bisa dilihat hasilnya ketika belajar baca tulis Alquran. Anak yang sudah terbiasa dengan hafalan Alquran akan dengan cepat mengikuti pelajaran dan mudah diajari karena punya dasar yang baik. Mereka tinggal me-review-nya kembali,” imbuh alhafidz ini.

Untuk meletakkan dasar yang baik sebenarnya tak hanya mengenalkan Alquran ketika anak sudah lahir (0-8 tahun), namun juga harus dilakukan saat dalam kandungan. Sang ibu harus senantiasa akrab dan terus berinteraksi, baik dengan membaca langsung atau mendengarkan irama (murotal Alquran), serta menghindari dari irama-irama lain. Ini akan sangat membantu mengembangkan pembentukan dan pertumbuhan otak. Buktinya, ulama terdahulu sangat cerdas-cerdas karena dengan metode seperti itu.

**

METODE pengenalan Alquran melalui membaca tulisan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yang dikembangkan Maqdis. Di Departemen Ihsan dan Tahsin, siswa akan dituntut untuk bisa membaca tulisan dengan baik dan benar, untuk mengevaluasi keberhasilannya, seperti halnya kursus bahasa Inggris, siswa dituntun dalam level-level.

Dalam proses belajar Ihsan ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk keberhasilan pembelajaran, yaitu Talaqi, adanya guru dan murid yang “berhadapan”. Tafhim, memahami setiap pelajaran yang disampaikan. Tadribat, latihan dengan pengulangan-pengulangan. Terakhir, Tilawah, membaca.

Menurut Jusmin Nuryadin, S.Ag., staf pengajar Tahsin Maqdis, kata “membaca” Alquran ada dua makna, yaitu mengucapkan apa yang didengar dan membaca tulisan yang dilihat. Selama ini pemahaman membaca baru diartikan mengucapkan apa yang dilihat dari tulisan. Namun, bila melihat sejarah turunnya Alquran, perintah membaca sendiri bisa pahami dengan mengucapkan tanpa dan syarat untuk bisa menulis atau mengenal huruf tulisan.

Secara umum, ada dua ukuran keberhasilan yang sekarang dijadikan patokan dalam belajar bahasa saat ini, bisa mengucapkan dengan baik dan benar (fasih/ tartil) — bahasa lisan, dan bisa membaca tulisan — bahasa tulisan. Saat anak belum bisa membaca tulisan maka bisa dilatih dalam pengucapan (tahfidz/ hafalan). Bila sudah belajar menulis dan membaca tulisan, bisa dilakukan dengan berbagai metode mengenalkan Alquran melalui tulisan.

**

MENURUT Herfi, semua sistem pengajaran yang diterapkan akan lebih efektif dan dirasakan hasilnya bila faktor lingkungan selama proses belajar itu menunjang. Bahkan lebih jauh, Yudi, pengajar Ihsan, mengatakan bahwa selama ini banyak pendidikan dini usia, tapi follow up setelah prndidikan itu masih kurang. Para lulusan TPA-TPA dan TQA, setelah SD, SMP, SMU tidak dikembangkan lagi, baru menyadari setelah masuk perguruan tinggi atau mulai berkeluarga. Jadi yang lebih baik adalah kontinuitasnya juga terjaga.

Memang, untuk sebuah keberhasilan diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan benar caranya. Ini yang kadang suka keliru karena tidak memahami bagaimana cara yang terbaik berinteraksi dengan Alquran maka hasilnya juga tidak optimal. Untuk itu, menurut Herfi, orang tua harus memahami, memahami/menyadari betapa pentingnya mempelajari Alquran dan mengamalkannya. Kedua, mengondisikan anak agar menunjang kegiatan pengajaran Alquran, misalnya selama usia dini tersebut dikondisikan di rumah dengan membacakan Alquran, baik langsung maupun melalui bacaan kaset/CD, minimalnya 2 jam sehari. Kemudian juga membacakan tafsir anak dan terjemahannya 1 surat atau 1 ayat. Ketiga, mengurangi tontonan atau irama lain (musik) yang tidak bermanfaat pada anak. Keempat, meyakinkan pada anak bahwa Alquran lebih penting dari yang lainnya. Misalnya, dengan menempatkan kitab Alquran dipajangan yang lebih menonjol dari kehadiran TV, atau perangkat hiburan lainnya. Kelima, niat kuat untuk terus mengajarkan Alquran pada anak.

Kategori:Pendidikan Anak
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar